Sabtu, 09 Januari 2010

Ternyata Panglima hanya Sebuah Kata

Oleh: Ali Zahman


Uang sebagai panglima

Beberapa waktu yang lalu kita sering mendengar seorang aparat penegak hukum diberitakan terlibat dalam penerimaan uang suap dalam jumlah miliaran rupiah terkait kasus yang diselidikinya. Akhirnya reputasinya yang selama ini dikenal baik jadi hancur lebur dalam sesaat. Perjalanan karirnya pun akhirnya terhenti cukup sampai disini. Begitu Anggota Dewan kita yang terhormat pun tidak luput dari berita yang dengan skandal yang sama pula. Walau penghasilan resmin mereka di atas rata-rata bila kita bandingkan dengan penghasilan kebanyakan rakyat, ditambah lagi dengan tunjangan sana-sini lainnya, akan tetapi masih saja kita mendengar ada Anggota Dewan yang terbukti menerima menerima suap. Kasus serupa masih sering yang terjadi, mulai dari aparat penegak hukum, Anggota Dewan, hingga pejabat Pemerintah pada level bawah, terlibat kasus suap.
Dari semua kasus-kasus di atas bermuara pada satu hal yaitu masalah uang. Pada satu titik tertentu, uang mungkin menjadi sumber masalah, akan tetapi di titik lain, uang dapat pula menjadi sumber kebahagiaan. Kahlil Gibran, seorang penyair kelahiran Lebanon, pernah mengingatkan, “Uang seperti cinta, yang dapat membunuh dan melukai orang yang hanya bisa menggenggamnya saja, tapi juga dapat menjadi penambah semarak kehidupan bagi yang dapat memberikannya kepada orang lain.”
Bila kita hubungkan dengan keadaan sekarang maka dapat diberikan presepsi bahwa uang sangatlah memegang peranan penting dalam roda kehidupan. Dengan memiliki banyak uang akan membuat hidup menjadi lebih baik dan bahagia. Pada tingkat tertentu, bisa jadi uang mungkin dapat memberikan kebahagiaan. Seseorang tidak harus memiliki banyak uang untuk menjadi bahagia. Sebaliknya, jika tidak memiliki uang yang cukup, tidak berarti orang tidak bisa bahagia.
Namun pada hakekatnya, kebahagiaan lebih ditentukan oleh pikiran dan keikhlasan hati yang ada dalam diri seseorang. Jika dari awal kita berpikir dan merasa tidak bahagia, maka tidak bahagialah kita. Barangkali malang bagi mereka yang berpikir seperti ini. Pepatah yang mengatakan bahwa uang tak dapat membeli kebahagiaan mungkin ada benarnya. Meskipun harus diakui uang dapat mempercepat proses mencapai kebahagiaan tersebut jika diperoleh dan digunakan secara bijaksana.
Tidak selamanya orang melakukan sesuatu demi uang. Seorang public figure di negeri ini rela melepaskan jabatan komisaris utama di berbagai perusahaan, hanya untuk menjadi seorang pejabat publik. Padahal jika diambil perbandingan insentif yang didapatkan ketika ia menjadi pejabat publik jauh lebih kecil dibandingkan sebelumnya ketika ia masih menjabat komisaris di berbagai perusahaan tersebut. Tetapi mengapa ia mau melakukan hal itu? Ternyata ada hal yang lebih bermakna daripada sekedar uang. Ada tingkat kepuasan tertentu yang dirasakan ketika ia menjabat sebagai pejabat publik. Pekerjaan-pekerjaan yang digeluti merupakan sesuatu hal yang jauh lebih bermakna. Nilainya dirasakan jauh lebih berharga daripada hanya sekedar uang.
Memiliki uang memang jauh lebih baik daripada tidak memilikinya. Kepemilikan atas uang mungkin diperlukan, misalnya untuk menjalani hidup ini atau untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan. Dengan uang, Anda dapat melakukan banyak hal. Namun mungkin perlu disadari, bahwa uang sesungguhnya hanyalah suatu cara, suatu alat bantu untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri atau penggantinya.
Ketika orang-orang mulai meletakkan uang sebagai sesuatu keharusan dan akhir dari apa yang dicari, barangkali disitulah awal mula kekeliruan yang terus berlanjut pada kekeliruan berikutnya yang lebih fatal. Karena akhirnya uang menjadi panglima atas dirinya, bukan sebaliknya. Uang seharusnya diletakkan dalam fungsi sebagai instrumen belaka, dan selayaknya harus berada di bawah kendali kita.
Kalau kita memperbincangkan tentang uang mugkin tidak akan pernah habis, karena begitu besar pengaruhnya dalam seluruh aspek kehidupan kita. Tetapi seperti juga benda-benda kebutuhan hidup lainnya, sesungguhnya masih banyak di dunia ini yang jauh lebih penting daripada sekedar uang. Tujuan hidup kita di dunia ini misalnya, seringkali terlupakan, termasuk upaya-upaya pencapaiannya, karena terlampau mengacu pada uang dan materi yang menjadi tolok ukurnya. Akibatnya, kita lalai dalam mengukur hal-hal yang seharusnya tidak dapat diukur dengan uang, misalanya cinta dan kebahagiaan

Hukum sebagai panglima

Masalah penegakan hukum tidak jauh dari pesoalan uang kita bicarakan diatas. Begitu banyak masalah-masalah yang ada diskitar kita menyangkut pada persoalan hukum. Coba kita bayangkan apabila dalam suatu negara hukum berjalan tidak sebagaimana mestinya. Bayangkan apabila para penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim (termasuk juga pengacara) bebas melakukan KKN. Bayangkan apabila orang-orang yang benar secara hukum namun tak memiliki kemampuan ekonomi yang cukup, harus berperkara dengan golongan berduit yang bisa mempermainkan hukum seenak perutnya. Bagaimana jadinya "rupa" suatu negara yang hukum dan peradilannya dikorup oleh para penguasa jabatan dan penguasa ekonomi? Negara kita Indonesia akan mengalami hal tersebut jika hukum dan peradilan di negeri ini tidak segera dibenahi. Ekonomi jadi morat-marit, krusuhan bertebaran, kriminalitas di mana-mana, pemerintahan gunjang-ganjing, demonstrasi setiap hari, dan ujung-ujungnya negara ambruk di segala bidang.
Prof Charles Himawan lewat institusi hukumnya telah memprediksi hal mengerikan ini bahkan telah diprediksi sejak jauh hari. Dengan segala kemampuan (pengetahuan hukum) yang dimilikinya, ia berupaya membenahi kebobrokan ini dari hari ke hari tak kenal putus asa. Pasal didengarkan atau tidak oleh para eksekutif, dilaksanakan atau tidak oleh yudikatif, berhasil atau tidak menyadarkan legislatif, itu soal lain lagi. Prof Charles Himawan melakukan upaya itu lewat tulisan-tulisannya yang banyak dimuat Harian Kompas. Sejumlah 35 karya tulisnya kemudian dirangkum dalam satu judul Hukum sebagai Panglima (HSP) yang, sayangnya, diterbitkan setelah beliau wafat.
Namun, intisari sesungguhnya yang menjadi dasar bagi penegakan (semua jenis) hukum yang bersih dan berakhlak ialah pada filsafat hukum. Menurut Prof Charles Himawan: Pendidikan hukum harusnya mendidik calon-calon ahli hukum untuk berpikir secara analistis dan agar mempunyai "insight" terhadap masalah-masalah hukum. Calon ahli hukum harusnya tidak sekadar dididik menghafal pasal dan ayat. Hal yang sama pula dikemukakan oleh praktisi hukum Dr Todung Mulya Lubis: "…. filsafat hukum sudah semakin tak berharga, kita akhirnya hanya melihat ahli-ahli hukum yang cerdas dalam mengotak-atik UU dan peraturan, tetapi tak mengerti akan keadilan. Lihat saja, ada lawyer yang sangat pakar, tak pernah kalah berperkara, dan hafal di luar kepala segala peraturan dan UU hingga seluruh rambutnya memutih. Namun di kedalaman nuraninya ia tidak memiliki rasa keadilan. Manusiawikah dia? Bukan mustahil dengan kepakarannya dia akan memelintir hukum semau dia tanpa memikirkan kepentingan masyarakat banyak...
Hukum seyogyanya dijadikan sebagai barometer dalam memutuskan suatu perkara peradilan, sehingga mampu dijadikan sebagai panglima. Ketika hukum dengan sadar sudah dijadikan sebagai panglima, maka dengan sendirinya para ahli hukum tidak lagi menjadikan hukum sebagai barang mainan. Dengan demikian keadilan pun dapat ditegakkan sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara kita. Akan tetapi, hukum sebagai panglima pun terasa agak ngelantur sebab berbagai macam "properti" hukum yang coba dijual oleh aparat penegak hukum itu sendiri. Prof Charles Himawan dan para pemerhati hukum lainya memiliki obsesi besar yang sangat besar dalam penegakkan supremasi hukum dan tak pernah berhenti disuarakan kepada seluruh bangsa. Todung Mulya Lubis, mengibaratkannya dengan: "….tulisan-tulisan Charles Himawan adalah pergumulan batin yang panjang seorang intelektual yang tak mau menyerah kepada keadaan dan keputusasaan.
Hukum Sebagai Panglima boleh jadi adalah perwujudan kecil dan terakhir dari obsesi dari seorang Charles Himawan. Obsesi yang jika mencermati kondisi Indonesia beserta segenap SDM-nya terutama di lembaga yudikatif saat ini, terasa muskil dan naif. Akan tetapi harus juga diingat bahwa optimisme adalah saudara kembar dari suksesi. Dan siapa tahu suatu saat nanti Indonesia bisa seperti Singapura yang serba "nyaman" karena sistem hukumnya yang berlaku adil terhadap seluruh lapisan masyarakat. Keadilan yang bermula dari puncak selalu akan menggelinding dengan mudah dan mencapai dasar hingga kedalaman.
Pada hakekatnya hukum memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam peradilan. Tanpa  dasar hukum yang jelas dan logis maka sorang hakim (dan aparat penegak hukum lainnya) tidak dapat memberikan putusan perkara peradilan. Hukum sebagai Panglima ini setitik harapan di tengah-tengah padang ketiadaan harapan. Meskipun realitas yang berlangsung di Republik ini sepertinya lebih klop dengan judul "Panglima sebagai Hukum". Memang di Indonesia ini "panglima" (jabatan, atasan, pemerintah, senjata, dan lain lain) masih sebagai pemilik, penguasa, dan eksekutor hukum sekaligus.

Pendidikan sebagai panglima

Indonesia dengan masyarakatnya yang sedemikian majemuk dan penduduknya tersebar di berbagai pulau, sungguh konsolidasi adalah tugas yang amat berat dan sangat monumental dalam perjalanan bangsa ini. Bung Karno dan pendiri bangsa lainnya pantas sekali mendapatkan penghargaan dari kita semua yang telah bersusah-payah dan berhasil mengantarkan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengingat urgensi agenda konsolidasi politik, maka muncul istilah ”politik sebagai panglima” pada era Bung Karno yang juga populer dengan sebutan Orde Lama.
Mari merenung sejenak,mengamati rahasia yang menjadi sumber kebangkitan dan kekuatan dari sebuah bangsa dan negara. Salah satu kata kuncinya adalah pendidikan. Kita mulai dari yang paling klasik, yaitu Yunani. Siapa pun yang belajar pemikiran filsafat dan politik, mesti mulai dari warisan intelektual Plato dan Aristoteles 2.500 tahun lalu. Seakan dua nama itu masih hidup dan dikenal dunia, sementara kondisi bangsa dan masyarakat Yunani saat ini bagaimana,kita tidak begitu akrab.
Di sinilah bedanya. Mesir purba yang memiliki peradaban unggul seperti Yunani, namun karena tidak terabadikan dalam bentuk tulisan dan diwariskan dalam sistem pendidikan, maka yang tersisa hari ini adalah bangunan fisik berupa candi piramida dan Spink. Yang paling spektakuler tentu saja kebangkitan yang muncul dari pasir Arabia dengan kehadiran sosok Muhammad yang mengenalkan Alquran, sumber ilmu pengetahuan dan peradaban, sehingga dalam kurun waktu yang amat singkat wilayah padang pasir itu berubah menjadi pusat peradaban.
Neo-Nasionalisme

Kondisi sekian banyak negara yang menyatakan merdeka setelah Perang Dunia II ternyata berbeda-beda.Ada yang cepat, ada yang sedang, ada pula yang lambat melakukan konsolidasi dan modernisasi.
Negara-negara pascakolonial ini masih sulit menghilangkan luka akibat perang dan penjajahan.Terlebih Indonesia yang masyarakatnya sangat majemuk dan penduduknya tersebar di ribuan pulau.Sungguh merupakan tugas sejarah yang tidak ringan membangun pemerintahan yang efektif dan penguatan nasionalisme. Sampai hari ini kita mesti bersyukur tidak terjadi Balkanisasi di negeri ini. Menyusul setelah konsolidasi politik adalah orde pembangunan ekonomi sebagai panglima di bawah Presiden Soeharto. Ini merupakan pilihan dan keharusan sebagaimana juga yang dilakukan bangsa dan negara lain di dunia.
Nasionalisme yang didorong oleh semangat fight against (penjajah) pelan-pelan diganti oleh semangat fight foryang berorientasi pada prestasi pembangunan ekonomi. Generasi yang lahir pada 1970-an tentu tidak merasakan secara langsung bagaimana bobroknya kondisi ekonomi yang ditinggalkan rezim Orde Lama yang sarat dengan retorika politik antiimperialisme sehingga Bung Karno bisa disebut sebagai nation and state te buil Berbeda dari Bung Karno, Pak Harto tampil membangun ekonomi sehingga dia sering dijuluki sebagai market builder.
Namun sangat disayangkan, gerak maju pembangunan bangsa ini harus mundur lagi karena kesalahan manajemen politik dan muncullah era reformasi dalam suasana kemarahan dan kekecewaan karena Orde Baru gagal mengelola sukses (the failure of success) akibat korupsi kronis yang justru dipelihara dan disebarkan dari tubuh birokrasi dan elite penguasa. Kini,kita masih harus berjuang keras mengulangi agenda lama,yaitu konsolidasi politik dan membangun ekonomi, sementara beberapa negara lain sudah lebih maju lagi memasuki tahapan pembangunan pendidikan dan budaya.
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat mengatakan bahwa kita ibarat mobil, terpaksa mundur untuk maju, namun mundurnya jangan terlalu jauh. Hanya dengan pendidikan yang bagus, kompetitif, dan meratalah sebuah bangsa akan bisa tampil dengan kepala tegak dalam persaingan dunia. Tidak sulit membuktikan kebenaran teori ini.
Lihat saja benua Australia yang dulu dipandang sebelah mata sebagai gurun pasir tempat pelarian orang kulit putih kelas kambing, kini kemajuannya sangat mengesankan berkat lembaga pendidikan yang bagus, sebuah pendidikan dalam arti yang lebih luas,bukan sekadar memperoleh titel kesarjanaan, tetapi untuk mendorong munculnya kebudayaan dan peradaban unggul yang dikembangkan oleh warganya. Begitu pun China, India, Malaysia, dan Singapura yang sekarang ini tampil sebagai pemain baru yang diperhitungkan dalam percaturan global.
Kesemuanya itu bermula dari pembangunan politik, ekonomi, kemudian dilanjutkan dengan memosisikan program pendidikan sebagai prioritas utama. Singapura yang semula dikenal hanya sebagai kota belanja dan transit, kini sangat agresif membenahi diri untuk menjadikan pendidikan sebagai identitas diri dan sumber devisa. Meminjam ungkapan teman, Pemerintah Singapura mengisi otak dan hati rakyatnya setelah diberi rasa aman dan perutnya dikenyangkan lebih dahulu.
Paruh kedua pemerintahan Pak Harto sesungguhnya rasa aman dan perut kenyang sudah diraih. Namun ada aspek lain yang dilupakan, yaitu mengelola hasil pembangunan bidang pendidikan. Tuntutan kelas menengah dan lapisan terpelajar tentu tidak cukup hanya terpenuhinya kebutuhan sandang dan pangan. Mereka mulai menuntut ruang kebebasan untuk berpendapat dan berbeda.
Tuntutan inilah yang kurang direspons segera oleh Pak Harto sehingga berujung menjadi air bah yang menghantam dirinya.Jadi, sesungguhnya Pak Harto telah berhasil memakmurkan dan memintarkan rakyatnya sendiri, namun lupa atau enggan membuka keran demokrasi sehingga hasil jerih payahnya selama jadi presiden buyar berantakan. Dia gagal mengelola sebuah keberhasilan. Mungkin kesalahannya tidak fair dilemparkan kepada Pak Harto sendiri. Andil kroni-kroninya sangat besar dalam proses pembusukan rezim Orde Baru.
Negara-negara tetangga di Asia Tenggara mestinya memperoleh pelajaran yang amat berharga dari perjalanan Indonesia. Kalau pemerintah dinilai korup,sementara keran demokratisasi tidak dibuka, maka rakyat yang sudah kenyang dan pintar itu pasti akan bergolak menghantam pemerintah sendiri. Jadi, agenda ke depan ini Indonesia mesti membangun neonasionalisme, sebuah kecintaan dan kebanggaan menjadi warga Indonesia karena prestasi pendidikan dan peradabannya.
Bunyi undang undang yang menetapkan anggaran pendidikan sebesar 20% sudah tepat. Kita sebagai orangtua sangat siap kerja keras dan hidup prihatin demi mengantarkan anak-anak kita memperoleh pendidikan yang bagus demi masa depan mereka. Bisakah semangat dan kesiapan prihatin demi anak ini ditransfer menjadi sikap pemerintah dan bangsa secara kolektif?
Mencermati uraian diatas maka dapat diberikan kesimpulan bahwa Uang sebagai panglima, hukum sebagai panglima, politik sebagai panglima, pendidikan sebagai panglima bahkan ketika panglima dijadikan sebagai gelar/predikat bagi seseorang dalam sebuah institusi. Gunkanlah “panglima” sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup dengan jalan yang baik, jangan memperalat panglima untuk mencapai tujuan hidup dengan jalan yang tidak halal. Panglima  memiliki kekuatan mistik yang mampu mengerakkan bahkan megarahkan kita pada hal yang baik dan yang buruk, bergantung pada sebuah predikat yang memikulnya. Akan tetapi, ketika panglima tidak disandang oleh sebuah obyek maka panglima tidak memiliki kekuatan apapun. Dia hanyalah sederet huruf yang tertata secara teratur dan memiliki makna tertentu. Panglima hanyalah sebuah kata yang tak ubahnya dengan istilah-istilah lain yang digunakan hanya untuk menyandang sebuah predikat.

Referensi :
1.    http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=8897.0
2.    http://www.solusihukum.com/resensi.php?id=23
3.    http://www.stmikmj.ac.id/berita/stmik-mj/70-pendidikan-sebagai-panglima.html

Selasa, 15 Desember 2009

ANAK_KU

oleh : ALI ZAHMAN

Anakku....
Kau hadir mengisi kosong jiwaku
Engkau hiasi hariku dengan tangis tawamu
Sapamu bangkitkan jiwaku yang kaku
Hentakan seluruh isi dunia...
Kan ku didik engkau dengan kasih sayang
Ku besarkan engkau dengan cinta kasihku
Anakku...
Engkau harus tumbuh sebagai sosok yant tegar
torehkan peradaban mulia di bumi ini
Dipundakmu Ayah penuh harap
Kelak engkau berabkti pada Tuhan dan kedua orang tuamu
Nusa dan bangsa menanti Abdimu
Ayah titip semua ini dalam genggamanmu.

Rabu, 09 Desember 2009

KESALAHAN TERRENDAH DAN TERTINGGI

OLEH: ALI ZAHMAN

Berikut ini saya akan nukilkan tentang kesalahan terendah dan tertinggi

Terdakwa 1 :
Selama hidupku aku hanya melakukan kesalah yang tidak disengaja, semua terjadi  diluar keinginanku. Aku benar – benar telah berbuat khilaf dalam hidup ini.

Terdakwa 2 : 
Aku melakukan keasalahan karena terpaksa, semua terjadi bukan karena keinginanku. Aku benar – benar minta ma’af karean semua ini terpaksa.

Terdakwa 3 : 
Kalau aku melakukan kesalahan karena sudah terbiasa dengan kesalahan – kesalahan kecil. Semua terjadi karena memang niatku untuk melakukannya.

Terdakwa 4 : 
Sebenarya aku tak melakukan kesalahan tetapi mereka saja yang membuatku menjadi salah. Aku hanya mengambil sedikit dari tempat sampah mereka.


Akhirnya para jaksa penuntut berembuk dan memikirkan tuntutan mereka dengan mempertimbangkan dakwaan. Adapun dakwaan yang mereka akan jatuhkan kepada para terdakwa sesuai dengan kesalahan yang telah di perbuat. Para jaksa penuntut membacakan dakwaan mereka.

Jaksa penuntut 1 : 
Dari hasil pengakuan para terdakwa maka aku memberikan tuntutan berdasarkan kesalahan yang mereka perbuat. Mereka semua telah melakukan tindakan melanggar hukum.

Jaksa penuntut 2 : 
Aku punta tuntutan berbeda dengan jaksa penuntut 1, dengan tidak memberikan tuntutan pada terdakwa 1. Dia melakukan kesalahan kreans tidak sengaja dan khilaf maka dari itu aku bebaskan dari segala tuntutan dan bebas demi hukum.

Jaksa penuntut 3 :
Aku tidak spendapat dengna jaksa penuntut 1 dan 2, terdakwa yang seharusnya dibebaskan dari segala tuntutan adalah terdakwa 4. Menurutku dia tidak melakukan kesalahan apapun maka dari itu dia bebas demi hukum.

Jaksa penuntut 4 : 
Aku bependapat lain dengan kalian, bukankah yang seharusnya dibebaskan dari segala tuntutan dalah terdakwa 1 dan 4. Mereka melakukan kesalahan masih dapat di berikan toleransi. Maka dari itu aku bebakan dari segala tuntuan demi kemanusiaan.

Dari bebrapa argumen hukum yang diberikan ole para jaksa penuntut, sang hakim mebrikan putusan kepada seluruh terdakwa. Hakim mebacakan vonis yang akan diberikan kepada semua terdakwa.

Hakim :
Setelah mendegarkan keterangan dari seluruh para saksi – saksi dan melihat bukti – bukti hukum yang ada, maka dengan ini saya putuskan semua para terdakwa saya vonis BERSALAH. Deimkian putusan aku bacakan sah demi hukum dan tidak bisa di ganggu gugat.

Hakim : 
Terima kasih (Dengan wajah tersenyum meninggalkan ruang sidang)

Setelah mendengarkan hasil bacaan hakim, para terdakwa jadi bingung. Betapa tidak, para terdakwa tidak tahu berapa lama mereka akan menjalani hukuman dalam rumah tahanan. Akhirnya mereka semua sadar ternyata hidup ini perlu di bijaki dengan ikhtiar dan menyadari akan sebuah kesalahan itu lebih baik dari pada harus meratapi sebuah kesalahan. Mungkin orang akan berpendapat bahwa kesalahan terendah adalah kesalahan yang dilakukan tanpa sengaja dan kesalahan tertiggi adalah kesalahan yang dilakukan dengan sengaja. Tetapi, Kesalahan teatap saja kesalahan tidak ada klasifikasi anatara kesalahan terendah dan tertinggi. Ketika seorang hamba tidak menaati aturan – aturan yang sudah di gariskan oleh Tuhan, maka dia telah melakukan kesalahan dan hukumnya adalah dosa. Dalam kacamata agama tidak ada dosa besar dan dosa kecil, semua teranggkul dalam yang namanya dosa.

Hidup ini perlu dijalani dengan ikhlas dan penuh ikhtiar. Skenario hidup telah dituliskan dalam alkitab-Nya dengan sangat jelas. Jika kita semua tetap berpedoman pada Alkitab-Nya, insya Allah kita mampu mereduksi kesalahan – kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga kita selau berada pada jalan yang di ridhoi oleh Allah. S.W.T. amin…

KETIKA DIRIKU TIDAK MAMPU BERTANYA

Oleh : ALI ZAHMAN

Berbagai persolan yang sering kita hadapi dalam kehidupan ini, mulai persoalan pribadi sampai pada persoalan yang menyangkut negara ini. Dari persoalan – pesoalan yang ada tadi, sering muncul berbagai pertanyaan dalam nurani kita mengenai asbab dan musabab sehingga permasalan tersebut ada. Para aparat penegak hukum memutuskan perkara tidak lagi mengguakan hati nurani, tapi inilah kehidupan hidup yang penuh dengan tanda tanya, bingung, bimbang dan ragu semua menyelimuti relung jiwaku yang terdalam. Kemana aku akan bertanya saat tidak ada seorangpun didekatku? Maka tidak lain aku bertanya kecuali pada diriku sendiri, tapi pakah diriku mampu menjawab semua pertanyaan yang aku ajukan? Aku mengasingkan diriku dalam sudut pikiranku yang paling sudut dan bertanya tentang orang – orang korup negeri ini?

Kebimbanganku memberikan jawan atas semua ini:

Mata :
Siang dan malam aku dulangi waktu untuk menyaksikan apa yang selayaknya aku sakiskan dan ternyata hidup ini indah. Walaupun aku tak mampu merasakan tapi dengan keyakinanku membuat aku terkesimak dengan indahnya panorama disekelilingku. Korupsi, pejarahan, penindasan terjadi dimana-mana, tapi tidak ada seorang pun yang mampu bebicara, dan mereka bebas berkeliaran tanpa ada beban apapun di pundaknya. Aku tidak mampu berkata, aku hanyalah saksi bisu.

Telinga :
Desiran angin yang berhembus mengantarkan suara – suara aneh padaku. Berbagai percakapan aku dengarkan dalam bahasa – bahasa yang santun dan sesuai norma – norma yang berlaku layaknya lingkunan kerajaan. Aku mencoba meraba mungkin ini percakapan antara raja dan para punggawanya. Ternyata meraka berbicara tentanng hiruk pikuk yang terjadi dalam negeri ini. Semua aku tak mengenalnya karena kau tidak mampu melihat.

Hidung :

Wangi, apek, berbagai macam bau yang dapat terhirup olehku. Itulah yang dapat aku tanggkap dari sekelilingku. Bau parfum dengan harga yang mahal terpancar dari mereka – mereka di sekitarku. Aku hanya bisa menduga mereka adalah orang – orang yang tinggal di pemukiman real estate.

Lidah :

Aku minta maaf pada kalian semua, mereka pintar bersilat lidah, sedangkan aku tidak mampu bersilat. Bukannya aku takut, tapi mereka terlalu kuat dan ketika aku tidak mampu membuktikan apa yang mereka lakukan, maka aku akan dituduh telah memfitnah sehingga akan menjobloskanku dalam penjara mereka dengan tuduhan pencemaran nama baik. Biarlah aku dikatakan sebagai pecundang, yang penting aku bukanlah penjilat.

Bibir :
Aku tidak mampu berkata, ketika semua tidak mau megatakan apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak mau disebut sebagai pahlwan kesiangan. Biarlah lipstick tetap terukir untuk memberi keyakinan atas orasi dan janji manis yan kulontarkan pada khalayak.

Kaki:
Aku bisa mengantarmu ke pengadilan terakhir, tapi aku tidak mempunyai kendaraan yang bagus, bahan bakar yang cukup untuk digunakan. Bukannya kenapa, ini karenakan jalan yang kita akan lalui sangat jauh dan terlalu berliku – liku serta banyak jurang – jurang terjal. Aku hanya kuatir jangan sampai kita tersandung oleh kerikil – kerikil tajam dan tergelincir masuk ke dalam jurang yang terjal.

Hati:
Sejenak terdiam, lalu berguman “gitu aja kok repot”. Bukankah sudah ada orang – orang yang di percayakan untuk mengatasi masalah ini? Sekarang kita pikirkan adalah apa yang nanti kita harus lakukan, agar negara kita menjadi lebih baik, bukankah itu yang kita harapkan. Tanamkan idealism yang terbaik untuk membangun sesuai falsafah negara ini. Lakukan saja apa yang kamu bisa laukan sesuai prosi dan tanggung jawabmu. Tidak perlu kamu mencampuri yang bukan tugasmu, mereka yang sudah diberikan mandat insya Allah akan menjalakan tugasnya dengan penuh rasa tanggung jawab terhadap bangsa dan negara ini. Dan mereka – mereka yang lalai dalam melaksanakan tugasnya akan dierikan hukuman yang setimpal. Jadi engkau tidak perlu bimbang dan ragu.


Aku tersentak dan sadar dalam kahayalku, pada siapa lagi aku bertanya ketika aku sudah tidak mampu lagi untuk bertanya. Aku jadi bingung, karena idelismeku tidak mampu lagi menggelitik hati kecilku, bimbang bercampur haru dengan keadaan bangsa ini yang telah di porak – poranda oleh kaum korup dan penguasa. Bukan aku meratap, tapi itulah ilmu dan pengetahuanku yang terbatas oleh ruang dan waktu.
Semoga negeri ini terbebas dari kaum korup dan para penguasa yang lalim. Amin….

Sadar akan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki itulah sejatinya diriku

Minggu, 06 Desember 2009

AWAL DAN AKHIR

Oleh : ALI ZAHMAN

Awal dan akhir merupakan sebuah proses dalam sebuah ranah kehidupan dalam runutan dan kurun waktu tertentu, dan ini merupakan sunatullah yang memang sudah digariskan oleh Allah, S.W.T. Setiap yang ada di dunia ini mempunyai awal dan akhir, baik itu makluk hidup ataupun makhluk tak hidup, semua memiliki sirkulasi yang tetap dalam lingkup regenerasi kehidupan. Akan tetapi, apakah awal itu merupakan proses munculnya gejala akibat dari sebuah kejadian? dan akhir merupakan peristiwa lenyapnya segala proses sebuah kejadian dalam kurun waktu tertentu? Bagaimana dengan hari kiamat? beragam pertanyaan muncul dalam benak saya.

Mengenai bagaimana kehidupan di jagad raya ini bermula para ilmuan telah mengkontruksi hipotesis tentang awal mula pembentukan bumi, diantaranya adalah teori big bang, teori cosmos, dan teori pergeseran benua. Kebenaran dari teori – teori tersebut dapat dibuktikan secara ilmiah namun, masih ada beberapa pertayaan yang mengganjal dalam alam pikiranku, kapan bumi ini mulai terbentuk? Berapa lama proses alam ini terbentuk? Makhluk apa yang pertama kali membangun peradaban dibumi ini? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang mungkin dapat di kemukakan. Sementara pada dan ruang dan lingkup yang berbeda pula para filsuf mempunyai pendapat lain tentang sebuah permulaan (awal). Banyak perbedaan pendapat yang terbangun di antara para filsuf dan para astrologi tentang awal pembetukan bumi. Diantaranya adalah sebagai berikut:
George Lemaitre ahli seorang astrologi berpendapat bahwa “Semesta mempunyai permulaan dan bahwa ia mengembang sebagai akibat dari sesuatu yang telah memicunya. Dia juga menyatakan bahwa tingkat radiasi (rate of radiation) dapat digunakan sebagai ukuran akibat (aftermath) dari "sesuatu" itu. Namaun pendapat ini di tentang oleh seorang filsuf dia adalah Georges Politzer yang berpendapat bahwa pandangan tentang alam semesta tanpa batas sangat sesuai dengan ateisme. Tidak sulit melihat alasannya. Untuk meyakini bahwa alam semesta mempunyai permulaan, bisa berarti bahwa ia diciptakan dan itu berarti, tentu saja, memerlukan pencipta, yaitu Tuhan. Jauh lebih mudah dan aman untuk menghindari isu ini dengan mengajukan gagasan bahwa "alam semesta ada selamanya", meskipun tidak ada dasar ilmiah sekecil apa pun untuk membuat klaim seperti itu.

Akan tetapi dilain pihak para filsuf (sebagian besar) juga berusaha mengemukakan beberapa argumen untuk membuktikan ke-qadim-an alam.
  1. Pertama, kemustahilan munculnya sesuatu yang bukan qadim (ada awal dan akhir) dari yang qadim.
  2. Kedua. Menurut para filsuf, jika Sang Pencipta yang qadim hadir lebih dahulu dibandingkan dengan alam yang qadim, seperti lebih dahulunya satu atas dua atau gerak tangan atas bayangan tangan, maka tidak mungkin yang satu qadim sementara yang lainnya bukan qadim. Yang mungkin adalah kedua-duanya itu qadim atau kedua-duanya bukan qadim, namun kesimpulan yang terakhir ini mustahil bagi Tuhan, berarti yang benar adalah kesimpulan pertama (bahwa dua-duanya qadim).
  3. Ketiga dan yang keempat menggunakan teori kemungkinan sebagai pembuktian atas qadimnya alam.

Namun beberapa argumen yang dibangun oleh para filsuf di bantah oleh Al-Ghazali dengan argumen yang filosofis dan cukup rigorus (ketat) juga. Al-Ghazali menanggapi argumen para filsuf ini adalah tanggapannya atas argumen yang pertama. Menurutnya “alam itu bukanlah qadim dan ia disebabkan oleh kehendak yang qadim. Dari kehendak yang qadim ini maka muncul alam yang bukan qadim. Jika adanya alam ini tidak bermula (qadim) maka tidak ada kehendak. Sedangkan adanya alam tidak bergantung pada kehendak yang bukan qadim melainkan pada kehendak yang qadim”.

Dari beberapa hipotesis dan argumen yang diungkapakn oleh para filsuf dan astrologi saya dapat memberikan kesimpulan bahwa awal dan akhir adalah ruang dan ranah pola pemikiran manusia yang di anugerahkan oleh sang Tuhan. Olah pikir tentang bagaimana menyikapi fenomena – fenomena alam dan keagalauan yang menganjal dalam pemikiran setiap insan manusia. Manusia memiliki keterbatasan sedangkan Tuhan adalah maha kuasa maka Dia kuasa atas segala yang ada, ketiadaan dan yang mungkin ada. Awal dan akhir merupakan misteri agung Allah, kita manusia hanya mampu membuat sebuah perdiksi/ramalan sesuai ruang dan waktunya. Tidak ada seorang manusia yang mampu menentukan kapan sebuah awal dan kapan sebuah akhir itu bermula dan berakhir secara jelas. Awal dan akhir hanyalah sebuah fatamorgana yang berupaya dilukiskan dalam alam pemikrian manusia. Hidup ini adalah sebuah siklus yang selalu berkelanjutan, dimana ada awal dan pasti ada akhirnya, kapan dan dimana? wallahu alam bissawab…..


Sumber :
1. http://safawi.multiply.com/journal/item/93
2. http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=8156

Kamis, 03 Desember 2009

MASA DEPAN DUNIA

oleh : ALI ZAHMAN


 "Telah tampak kerusakan di darat dan di bumi akibat ulah manusia dan Allah akan memberikan pelajaran kepada manusia untuk merasakan akibat perbuatannya agar mereka kembali ke jalan yang benar" (QS 30:41)


Lihat gambar ukuran penuhPada awal mula peradaban manusia di dunia ini, manusia tidak telalu tahu banyak. Orang nyaris tidak bisa membaca dan menulis, bahkan dalam melakukan aktivitas mereka masih menggunakan alat yang sederhana bahkan dapat dikatakan bersifat alamiah. Sebenarnya sejak dahulu teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Kalau manusia pada zaman dulu memecahkan kemiri dengan batu atau memetik buah dengan galah dan lain sebagainya, sesungguhnya mereka sudah menggunakan teknologi, tetapi teknologi yang digunakan adalah teknologi sederhana. Hari ini, di zaman yang kita sebut dengan zaman modern atau pencerahan telah merubah pola peradaban seluruh umat manusia dengan berbagai perilaku menyimpang yang mewaranai disetiap ranah kehidupan, akan tetapi argumen apa yang mampu kita ungkapkan atas tingkah laku yang menyimpang, jauh norma – norma peradaban bahkan sewenang – wenang terhadap sesama? Pola pikir manusia, intelektualitasnya, dan peradabannya mungkin telah berkembang dengan pesat, tetapi jiwanya masih tertinggal jauh di belakang.

Coba perhatikan sejenak, begitu banyak fenomena terjadi di sekitar kita yang muncul akibat ulah manusai itu sendiri; kemarahan, keserakahan, dan korupsi telah menginfeksi dunia dari yang paling atas sampai paling bawah. Konspirasi kejahatan tidak mampu terbendung lagi bahkan semakin merajalela dimana – mana dan anehnya, para aparat penegak hukum sendiripun terlibat. Kekosongan moral, lapar spriritual, dan kurangnya nilai – nilai telah mengerogoti hati manusia. Dunia tumbuh semakin fatal, sinis, lebih terpecah setiap saat bahkan mungkin setiap detiknya dapat terjadi. Manusia semakin apatis, tidak peduli dengan sekitarnya, lebih mementingkan diri sendiri dari hari ke hari. Mencuri dan membunuh dalam skala yang tak terukur lagi demi memenuhi nafsu dan ambisinya. Skandal korporasi menghabiskan miliaran dollar. Perang dikobarkan tanpa alasan jelas yang membuat jutaan umat manusia terbunuh, dan kehilagan sanak famili dalam pemusnahan suatu bangsa/negara.

Sekarang ilmu pengetahuan dan teknologi diberbagai bidang telah berkembangan dengan pesat, di satu sisi manusia telah menyulap dunia semakin bagus dan tertata sedemikian indahnya. Akan tetapi di sisi lain manusia telah mengahancurkan planet ini. Betapa tidak, ekploitasi hasil bumi secara besar – besaran dengan mengesampingkan pengolahan limbah industri, demi meraih niai materil yang tak terbatas jumlahnya. Pencegahan penaykit – penyakit berbahaya bahkan mematikan dengan menggunakan hasil teknologi membuat manusia menagabaikan azab Tuhannya. Salah contoh adalah pembuatan kondom, dan alat kontrasepsi lainnya bukan hanya untuk mecegah penayakit “kotor” dan bahkan mematikan tetapi telah membuat maksiat semakin merajalela dimana – mana. Manusia telah menjadi mahkluk yang jahat, terkucil, bahkan menjadi tidak sabaran.

Pertambahan jumlah penduduk bumi yang sangat drastis merupakan juga sebuah masalah yang perlu dipikirkan secara bersama tentang bagaimana cara mengatasinya. Pada awal tahun 1900an jumlah penduduk bumi sekitar 1,5 miliar akan tetapi pada tahun 2000an jumlah penduduk bumi menjadi sekitar 6 miliar. Hal ini menyebabkan manusia berusaha semaksimal mungkin untuk bisa memenuhi kebutuhanya. Disaat yang sama pula bumi juga harus menyediakan kebutuhan mereka. Akibatnya dalam beberapa dekade saja sudah terjadi kelangkaan energi dan pangan yang terjadi dalam skala internasional. Jika hal ini dibiarkan begitu saja tanpa solusi yang tepat untuk mengatasinya, maka akan timbul masalah global. Jika kita tidak secepatnya memikirkan solusinya, bagaimana nasib anak cucu kita nanti? Bagaimana keadaan bumi ini untuk beberapa puluh tahun kedepan? Sedikit dampaknya kita semua sudah merasakan akibat dari ulah manusia saat ini adalah global warning. Global warning adalah peristiwa naiknya suhu rata – rata bumi dikarenakan efek rumah kaca (green house effect), dimana terjadi penumpukan gas – gas kimia dalam skala besar di atmosfer sehingga terjadi penipisan lapisan ozon yang merupakan tameng untuk sinar ultra violet yang di pancarkan oleh matahari.

Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi). Akan tetapi sebaliknya, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, sehingga terjadilah pemanasan global sebagai akibatnya.

Global warning sangat dirasakan dampaknya di Eropa dan Amerika Serikat. Perubahan cuaca dan perubahan iklim dapat mengakibatkan munculnya penyakit – penyakit yang behubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur panas juga menyebabkan terjadinya gagal panen sehingga mengakibatkan terjadinya kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cucaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es dikutub utara. Terjadinya hujan asam akibat dari emisi gas yang berlebihan yang disumbangkan oleh negara – negara industri dan sudah mulai berkurangnya luas hutan – hutan tropis di bumi ini. Dulu negara kita memeiliki hutan tropis terluas ke-2 di dunia setelah Barzil, tetapi sekarang posisi prestige tergeser oleh konggo akibat ulah para illegal logging.

Seperti apa yang telah di cita – citakan oleh para kalangan futurism yang optimis dengan masa depan dunia dan manusia yaitu terwujudnya masa depan yang gemilang. Sekarang sudah saatnya kita berperang melawan CO2 dan gas-gas rumah kaca yang lain. Karena masa depan dunia ada ditangan kita. Banyak cara bisa ditempuh untuk menghambat laju pemansan global diantaranya dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut :
  1. Membudayakan gemar menanam pohon dan menggunakan tanaman hidup sebagai pagar rumah.
  2. Penebangan pohon harus diikuti dengan penanaman kembali bibit pohon yang sama dalam jumlah lebih banyak.
  3. Hindari membakar sampah.
  4. Jangan membuka lahan dengan membakar.
  5. Menghemat penggunaan energi.
  6. Menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan.
  7. Merawat mesin kendaraan secara berkala agar emisi gas buang kendaraan baik.
  8. Bagi industri, selalu memantau emisi gas buang limbahnya serta mendaur ulang limbah cair dan padat.

Kita adalah bagian dari 6 (enam) miliar lebih penduduk dunia, bumi ini perlu dilestarikan demi kelangsungan hidup seluruh umat di dunia ini. Bumi kita cuma satu, untuk itu mari kita jaga demi kelangsungan hidup generasi kita selanjutnya. Semoga apa yang kita cita – citakan bersama dapat terwujud. Amin…

Sumber :
  1. http://www.robbiesfamily.net/2007/03/refleksi-perkembangan-dunia_09.html
  2. http://arisgustiana.blog.upi.edu/2009/06/20/perkembangan-teknologi-di-masa-depan-dan-pengaruhnya/
  3. http://kolumnis.com/2009/02/20/mari-berkontemplasi/
  4. http://gumuxranger.web.id/documents/global_warming_pemanasan_global_.html
  5. http://www.masjidbi.org/wp-content/uploads/article/200908/05med.jpg


Rabu, 02 Desember 2009

Konsumsi Daging Berlebih, Jalan Menuju Kanker Usus


JAKARTA--Dibandingkan pria, kaum wanita terhitung sedikit mengonsumsi daging. Sebagian besar kaum wanita juga cenderung memahami efek negatif yang terjadi bila mengonsumsi daging secara berlebih.

Ironisnya, sebagian besar pria yang cenderung mengonsumsi daging berlebih tidak tahu efek negatifnya. Demikian kesimpulan yang riset yang dilakukan World Cancer Research Fund (WRCF) baru-baru ini.

Berdasarkan survei yang dilakukan WRCF, dari 1000 sukarelawan yang terdiri dari pria dan wanita ini disebutkan hanya 36% pria yang mengerti dampak negatif dari mengkonsumsi daging. Sementara untuk perempuan sedikit lebih baik dengan prosentase 41% perempuan yang mengerti efek negatif dari mengkonsumsi daging.

Di Inggris, total 50 gram daging dihabiskan kaum pria dalam sehari. Sedangkan, kaum perempuannya jauh lebih baik dengan hanya menghabiskan daging rata-rata 24 gram dalam sehari.

Catatan angka tersebut dinilai para kalangan medis di Inggris sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, berdasarkan prediksi WCRF peningkatan jumlah kasus kanker terkait konsumsi daging berlebih terjadi bila rata-rata masyarakat mengkonsumsi daging lebih dari 50 gram sehari. Hal itu secara otomatis meningkatkan angka perbandingan yang semula 5 : 100 menjadi 6:100.

Kalangan medis di Inggris juga meramalkan jumlah kasus kanker usus bisa ditekan bila rata-rata masyarakat mengkonsumsi daging kurang dari 70 gram dalam sehari.

Perlu diketahui, WRCF dalam risetnya juga menyebutkan, konsumsi daging berlebih merupakan awal jalan menuju kanker. Makanan seperti Bacon, Ham, Salami dan lainnya merupakan pemicu resiko kanker. Bahkan, ERCF mencatat, mengkonsumsi bacon memperbesar resiko terkena kanker sebesar 20%.

Manager Program, WRCFm Rachel Thompson, seperti yang dilansir dari Telegraph, Selasa (1/12), menyatakan bukti terkait peningkatan angka kasus kanker usus sebagai akibat mengkonsumsi daging berlebih sangat kuat. Sebabnya, pihak WRCF merekomendasikan masyarakat untuk mengurangi konsumsi daging dalam sehari.

"Meski memiliki bukti kuat, perhatian yang terhitung minim dan terutama dari kalangan pria harus mendapatkan perhatian lebih. Pria lebih banyak mengkonsumsi daging ketimbang perempuan, mereka akan bisa membuat perubahan besar bila mengurangi konsumsi daging," tegasnya

Dia menambahkan, adalah penting bagi pihaknya untuk merekomdasikan minimalisasi konsumsi daging. Memang tidak perlus secara ekstrim untuk menghentikan konsumsi daging, tapi mengurangi jauh lebih penting.

"Jika anda tidak berharap untuk menyerah, anda bisa lakukan perubahan untuk mencegah risiko kanker usus dengan cara mengurangi. Sebagai contoh, boleh mengkonsumsi bacon setiap hari tapi setengah porsi saja, setengahnya lagi berikan pada pasangan,"pungkasnya. cr2/rin
sumber : http://www.republika.co.id/berita/92979/
Konsumsi_Daging_Berlebih_Jalan_Menuju_Kanker_Usus